Sabtu, 28 April 2012

Kau yang Pertama dan Terakhir Part.3


Kian hari tubuhku kian memburuk… Udah seminggu aku dirawat di rumah sakit… Rio nggak ada capek-capeknya jagain aku terus… Dia selalu berusaha sebisa mungkin harapanku, permintaanku bisa terkabulkan…
Sampai pada hari itu…
“Mbak Minah… Sstt… Sini…” ujarku berbisik ke Mbak Minah.
“Ada apa, non?”
“Surat yang buat Rio mana? Aku ambil…”
“Bentar, non…”
“Ini, non…”
“Makasih, mbak… Aku kasih sendiri aja ke Rio… Makasih, mbak… Mbak, bilang ke Ayah sama Ibu, ya, Runa pergi duluan…”
“Iya, non…”
Surat yang khusus buat Rio sengaja aku ambil… Karna aku pengen ngasih surat terakhirku buat Rio… Semoga Rio nggak sedih aku kasih surat ini…
Siang yang sejuk… “Ingin pergi ke taman”, keinginanku yang tiba-tiba muncul… Rio yang kuminta untuk membawaku ke taman rumah sakit menuruti permintaanku… Ayah sama Ibu ngijinin Rio buat bawa aku ke taman… Rio nggak membawaku dengan kursi roda, tapi dia membawaku dengan menggendongku…
“Ri, duduk di bangku yang deket danau itu, ya?”
“Iya, sayang… Apapun permintaanmu bakal aku turutin…”
Rio dengan perlahan meletakkan tubuhku di bangku yang terletak di dekat sebuah danau buatan… Pemandangan yang indah… Yang mungkin juga merupakan pemandangan indahku yang terakhir…
“Runa, kamu mau apalagi?”
“Runa pengen Rio…”
“Pengen apa?”
“Cium pipi Runa…”
“Ehh……?”
“Kenapa? Katanya, Rio bakal nurutin semua permintaan Runa?”
“Iya… Aku turutin kok, Runa…”
Tangan hangat Rio menyentuh lembut pipiku… Dan bibir Rio pun menyentuh pipiku… Hangat… Rio pun mencium keningku…
“Anyone else?”
“Runa mau kasih sesuatu buat Rio…”
“Apa?”
Surat yang kusimpan di saku baju pasienku kuberikan ke Rio… Dengan wajah kaget, Rio menerima surat itu…
“Surat apa ini?”
“Surat Runa buat Rio… Nanti Rio baca kalo’ Runa tidur ya? Sekarang Runa ngantukk bangett……”
“Iya… Ada lagi?”
“Temenin Runa tidur…”
“Peluk ya?”
“Iya…”
Dekapan Rio begitu hangat… Rasa kantuk yang mulai memberatkan mataku memaksaku untuk tidur… Belaian tangan Rio membuat semakin tenang… Ah… Sepertinya aku bisa pergi ke alam mimpi yang indah dan abadi dengan tenang…
“Runa sayang Rio… Runa… Sayang… Rio…”
“Sepertinya Runa udah pulas… Sekarang, aku baca surat tadi sesuai permintaan Runa…”
Dear, Rio…
Rio… Runa bakal kangen Rio deh kayaknya…? Runa sayang sama Rio… Maaf ya kalo’ selama ini Runa selalu ngerepotin Rioi dengan segala macem permintaan Runa…? Makasih juga buat waktunya… Buat cintanya Rio… Berkat Rio, hari-hari terakhir Runa jadi berarti… Berkat Rio juga Runa bisa ngungkapin perasaannya Runa… Makasih banget…
Mungkin dengan ini, dengan semua hal yang terjadi bisa bikin aku tenang… Aku bisa pergi dengan tenang, tanpa beban… Oh, iya, Rio… Runa pengen Rio nerusin usahanya om Haris… Runa yakin Rio bakal bisa jadi presdir yang baik… Runa yakin…
Mungkin Cuma ini yang bisa Runa sampein ke Rio… Kurang lebihnya Runa minta maaf, ya? Runa saying sama Rio selamanya… Walaupun raga Runa jauh dari Rio, Runa yakin jiwa Runa selalu ada di deket Rio… I love you, Rio… Kamu yang pertama dan terakhir buatku...
                                                                                                                  Salam Sayang,

                                                                                                            Smitha Runa Cantika
Air mata Rio menetes… Ia menangis membaca surat Runa… Ia mendekap tubuh Runa yang sudah mulai dingin… Rio sadar bahwa Runa telah pergi… Runa meninggal… Rio terus menangis…
“Ternyata kamu emang pergi ninggalin aku… Aku bersyukur kamu pergi tanpa penyesalan dan ganjalan… Selamat jalan, Runa… Aku sayang kamu…”
Rio pun membawa tubuh gadis yang ia sayangi yang sudah tak bernyawa lagi kembali ke kamar… Kedatangan Rio yang membawa tubuh Runa yang pucat disambut isak tangis Ayah, Ibu dan Mbak Minah… Runa segera disemayamkan dan dimakamkan…
“Istirahatlah dengan tenang, Runa… Ayah sama Ibu sayang sama Runa…” kata Ibu.
“Runa, istirahat dengan tenang, ya? Aku di sini nggak bakal ngelupain kamu… Kamu akan terus ada di hatiku… “Walaupun raga Runa jauh dari Rio, Runa yakin jiwa Runa selalu ada di deket Rio…”. Bener, ‘kan, Runa?”
“Farewell, my love… Rest in peace… I’ll miss you…”
Ayah, Ibu, Mbak Minah, dan Rio pergi meninggalkan pemakaman…
***
Lima tahun setelah Runa pergi…
“Hei, Runa… Lama ya, nggak ketemu… Sesuai janjiku dan permintaanmu, aku nerusin usaha ayahku… Hei… Jangan kau kira aku ingkar janji… Oh iya, Run… Aku bawa bunga mawar, bunga kesukaanmu… Semoga kamu suka… Aku sayang kamu, Runa…”
Rio yang sudah dewasa datang berkunjung le makan Runa… Dengan membawa sebuah buket mawar merah di tangannya… Ia berpamitan pada Runa untuk pulang… Sebuah senyum penuh keikhlasan melepas orang yang ia sayangi untuk pergi dan beristirahat dengan damai bersama-Nya…

*To be continued*
>> - Kau yang Pertama dan terakhir Part.1 -
>> - Kau yang Pertama dan Terakhir Part.2 -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar