Entah sejak kapan
aku pernah mempunyai teman… Saking lamanya aku nggak punya teman, sampai aku
lupa kapan terakhir aku mempunyai teman… Ya, karena penyakit ini yang cepat
atau lambat akan merenggut nyawaku membuat aku nggak bisa lagi punya teman…
Ayah dan Ibu melarang aku keluar
rumah… Mereka selalu berkata bahwa mereka tak ingin aku sakit dan sebagainya,
mereka pun berjanji bakal terus ada buat aku kapanpun dan dimanapun… Tapi…
Nyatanya mereka sama sekali tak memperhatikan aku… Mereka selalu sibuk dengan
pekerjaan mereka masing-masing… Ya aku tahu alasan mereka sering meninggalkanku
untuk bisa mencari dan mengobati penyakitku ini… Tapi, aku sudah pasrah dengan
keputusan dan rencana Tuhan…
Rasa kesepian selalu datang
menyergapku… Hanya sebuah buku harian pemberian kakek dan kucingku, Lumi yang
selalu ada disaat aku kesepian… Dan juga teman masa kecilku… Itu semua adalah
obat bagi kesepianku…
***
Siang
dengan angin yang membelai wajahku dengan lembut… Membawa ketenangan dan
menghilangkan ketakutan akan kematian yang sewaktu-waktu menjemputku… Aku,
Smitha Runa Cantika, gadis penderita leukimia akut… Gadis tanpa harapan yang menantikan
kematian…
“Ruuunnnaaa………!!!
Siaaaaannnggg……….!!!”
Suara
seorang cowok yang sangat familiar… Suara yang menghiburku… Suara yang selalu
dapat menenangkan dan menghilangkan rasa kesepian ini… Ya… Suara Rio…
“Eh,
Rio… Siang… Emang kamu nggak ke sekolah…? Habis ini ‘kan kamu ada les biola?
Tante yang bilang sih…”
“Yee,
aku lupa ngasih tau kamu kalo’ hari ini sekolah libur trus guru les biola cuti
melahirkan… Jadi, aku bisa bebas dateng ke sini…” jelas Rio sambil mencubit
pipiku.
“Oh,
ya? Padahal aku pengen denger gimana asyiknya sekolah, kumpul bareng
temen-temen, main tenis, golf bareng temen-temen…”
“Runa,
aku sebenernya males ke sekolah… Aku lebih suka di sini, nemenin kamu… Aku
pengen terus ada buat kamu, gantiin om sama tante yang nggak pernah punya waktu
buat kamu…”
“Rio…
Kalo’ nggak sekolah nanti siapa yang nerusin perusahaannya om Haris?”
“Kan
ada kak Rui? Kenapa mesti aku?”
“Kak
Rui kan cewek… Kamu cowok… Cowok yang harusnya nerusin perusahaan orang tua…”
“Tapi
aku males, Runa… Tiap hari liat tumpukkan kertas yang nggak jelas maksud dan
artinya trus harus ngasih gaji karyawan yang ratusan jumlahnya, ngasih tanda
tangan surat kontrak apapun itulah… Liatnya aja, eh salah, denger gitu aja udah
bikin aku males dan enek…”
“Kalo’
Rio pasti bisa… Gib nicht auf, halten den Geist,
Rio…”
“Hmmm
… Auch wenn es das ist, was Sie
wollen, Runa…”
“Gitu
dong… Itu baru Rio…”
Kehadiran
Rio selalu membuatku tenang, nyaman… Sampai aku mengerti bahwa perasaan nyaman
dan tenang bila ada di dekat Rio adalah cinta… Namun, perasaan yang seumur
hidupku belum pernah aku rasakan ini akan aku selalu simpan dalam hatiku… Aku
tak ingin Rio terluka…
Biar
aku aja yang ngerasain perasaan yang nggak bakal mungkin tersampaikan… Aku juga
sering liat di internet kalo’ roh yang masih punya tanggungan bakal jadi arwah
penasaran yang berusaha nyelesaiin atau ngilangin ganjalan yang nyebabin nggak
bisa tenang di alam baka…
Walaupun
aku nggak mau jadi arwah yang penasaran kayak gitu, tapi aku juga nggak mau
nyampaiin perasaan yang bisa ngelukain perasaannya Rio… Nggak mau…
*To be continued*
>> - Kau yang Pertama dan Terakhir Part.2 -
*To be continued*
>> - Kau yang Pertama dan Terakhir Part.2 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar